Games Gadget Dan Teknologi

Temukan Review Gadget, Tips Game, dan Tren Teknologi Terkini di Godam Games

Jurus Badan Gizi Selesaikan Masalah Keracunan dan Pembayaran MBG
Godam

Jurus Badan Gizi Selesaikan Masalah Keracunan dan Pembayaran MBG


JAKARTA,

Badan Gizi Nasional (BGN) telah merancang beberapa langkah setelah terjadi kasus keracunan dari program makanan bergizi gratis (MBG) yang diselenggarakan di berbagai daerah dan mempengaruhi ratusan murid.

Cara-cara tersebut disampaiannya saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di komplek parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2025.

Dadan Hindayana selaku Kepala BGN menyebut bahwa paling tidak ada 6 insiden keracunan yang sudah dikonfirmasi semenjak pelaksanaan program tersebut dimulai.

Kejadian keracunan di Bandung, Tasikmalaya, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terjadi karena masak yang terlalu cepat. Sedangkan kasus di Cianjur, Jawa Barat, disebut negatif racun berdasarkan hasil laboratorium.

“Apa yang kita sampaikan hanyalah informasi yang telah diverifikasi, sebab terdapat beberapa kasus di mana diberitakan tentang keracunan atau makanan busuk, namun hasil konfirmasinya menunjukkan hal tersebut tidak benar. Terlebih lagi, umumnya apa yang sudah diverasi ini berasal dari laporan-laporan yang masuk ke pihak berwenang,” jelas Dadan seusai menghadiri rapat di komplek DPR/MPR RI pada hari Selasa.

BGN setelah itu menyempurnakan pedoman operasional (SOP) guna mencegah paparan racun, sesuai dengan tujuannya yaitu
zero accident
atau nol kasus keracunan.

Uji organoleptik

Satu hal yang telah ditingkatkan adalah proses pengujian. Kini BGN mensyaratkan adanya pemeriksaan organolektikal di sekolah-sekolah sebelum makanan disebarkan kepada siswa.

Uji organoleptik menjadi salah satu dari delapan titik penting dalam SOP yang telah ditingkatkan. Uji ini melibatkan penggunaan kelima indra manusia untuk melakukan pemeriksaan.

“Jadi nanti kami akan tugaskan orang tertentu untuk melakukan uji organoleptik,” sebut Dadan.

Melatih kembali

Selain itu, BGN akan melatih kembali petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau petugas dapur umum menyusul sejumlah kasus keracunan.

Dadan menyebut, pogram penyegaran dan pelatihan penjamah makanan ini bakal dilakukan secara rutin pada Sabtu dan Minggu. Pihaknya berencana membuat pelatihan minimal dua bulan sekali secara rutin, untuk mencegah kelengahan petugas.

“Sama seperti di Cianjur dan Tasikmalaya, kami telah mengumpulkannya untuk pelatihan ulang. Nantinya diPALI (Penukal Abab Lematung Ilir, Sumatera Selatan), kita juga akan mengumpulkannya lagi untuk melalui proses pelatihan ulang,” jelasnya.

Menurut Dadan, awalnya dia meramalkan bahwa insiden keracunan mungkin disebabkan oleh fakta bahwa SPPG baru saja mulai beroperasi dan belum memiliki pengalaman dalam memasak untuk sejumlah besar orang secara rutin.

Akan tetapi, prediksi tersebut sirna saat insiden kekeruhan ternyata terjadi di SPPG lama yang telah berjalan selama 2 sampai 3 bulan. Karena alasan ini, program pelatihan akan ditingkatkan.

“Cianjur, Bandung, dan juga di PALI, beberapa SPPG ini telah beroperasi selama 2-3 bulan. Ini merupakan kejadian pertama kalinya, jadi kemungkinan besar mereka merasa semuanya berlangsung dengan normal sehingga timbul sedikit lengah,” ungkapnya.

Bahan baku yang dipilih terbilang lebih fresh.

Peningkatan prosedur standar operasional lainnya mencakup seleksi bahan baku. Ini berdasarkan insiden di PALI, ketika ikan yang dipersiapkan untuk asupan gizi seimbang telah dimasak jauh-jauh hari.

Walaupun ikan itu masih terjaga kualitasnya, kata Dadan, risiko keracunan dapat dikurangi apabila bahan mentahnya dihidangkan dalam keadaan fresh.

“PADA PALI, ikan yang diterima adalah hari Jumat selanjutnya langsung dimasukkan ke dalam lemari es. Ketika akan diproses untuk memasak, ikan tersebut diambil dari freezer dan dimasak hingga setengah matang. Sesudah itu, makanan ini kembali disimpan di lemari es sebelum akhirnya dieksekusi secara penuh. Meskipun tes menunjukkan bahwa kondisinya bagus, hal ini ternyata mengalami beberapa kendala ketika dilakukan di lapangan,” paparnya.

Pendekkan durasi persiapan dan pengiriman.

Selanjutnya, BGN menginstruksikan SPPG untuk mengecepat proses masak dan penyajian makanan sesuai dengan jadwal pengiriman agar terhindar dari kerusakan.

Selanjutnya, tunggu sekitar 15 menit setelah hidangan disajikan sebelum mulai memakannya, serta pastikan periode untuk mengkonsumsi makanan berlangsung antara 15 hingga 30 menit sesudah penyajiannya.

“Kami juga meningkatkan protokol keamanan saat proses pengantaran dari SPPG ke sekolah. Kami ingin menerapkan mekanisme distribusi sekolah termasuk penyimpanan penyerahan kepada siswa yg lebih singkat,” beber Dadan.

Batasi yayasan hanya kelola 10 SPPG

Untuk mencegah penyimpangan lebih lanjut, BGN akan membatasi yayasan untuk mengelola SPPG.

Organisasi dapat menangani hingga 10 Sekolah Penggerak dalam wilayah provinsi yang sama, namun harus berkolaborasi dengan lembaga berskala besar jika ingin melebihi jumlah tersebut.

Dadan menyebutkan bahwa angkanya akan menjadi lebih sedikit bila SPPG terletak di lintasan antarprovinsi.

“Bila jumlah lalu lintas provinsi cuma 5 SPPG, pengecualian diberikan kepada yayasan yang berafiliasi dengan institusi tertentu. Sebagai contohnya Muhammadiyah; meskipun hanya tersedia satu di seluruh dunia, mereka telah mendapatkan ruang khusus sehingga bisa menangani SPPG secara nasional,” jelas Dadan.

Di pihak lain, dia juga menjadikan yayasan dengan adanya dapur umum atau SPPG sebagai mitranya, mengikuti masalah pembayaran tertentu dari yayasan tersebut sehingga kegiatan SPPG di Kalibata, Jakarta Selatan, pernah terganggu.

Pada waktu memilih mitra, mereka akan menanyakan seputar fasilitas yang tersedia terlebih dulu.

Apabila SPPG belum mempunyai mitra yayasan, BGN akan menyarankan beberapa yayasan yang dapat dijadikan pilihan sementara, hingga pemilik fasilitas tersebut memiliki yayasan sendiri.

“Direncankan untuk bertanya kepada mitra tentang keberadaan yayasan mereka sendiri. Apabila nantinya memakai yayasan yang bukan hasil karya mereka, kita akan mengkaji adanya kontrak di antara yayasan tersebut dan pemilik fasilitas. Namun, prioritas saat ini tetap pada semua pemilik fasilitas (jadi mitranya),” jelas Dadan.

Akreditasi SPPG

Untuk penentuan insentif petugas lapangan, BGN berencana mengakreditasi SPPG. Sertifikasi akreditasi ini bakal bekerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Nantinya, ada sejumlah kategori yang ditetapkan berdasarkan kriteria tersebut, yakni SPPG dengan kategori unggul, baik sekali, dan baik.

Menurut Dadan, proses akreditasi akan memperkuat motivasi anggota SPPG untuk menyediakan layanan berkualitas tinggi serta mengkaji kinerjanya.

Saat ini, mereka masih menetapkan jumlah insentif yang sama untuk setiap staf di tiap SPPG karena proses akreditasi belum dimulai.

“Kini kita telah setara, dengan tujuan mendorong mereka untuk memperbaiki kualitas sehingga dapat terus meningkatkan sarana dan prasarannya. Setelah proses akreditasi selesai dilaksanakan, di situlah besarannya insentif akan ditetapkan,” jelasnya.

Tak ada sistem reimburse

BGN juga menghapus sistem reimburse dan menggantinya dengan sistem pembayaran melalui virtual account untuk operasional SPPG.

Artinya, SPPG harus memilikikan akun virtual sebelum dapat dijalankan. Perubahan pada sistempun dilaksanakan sebagai respons atas jumlah pengaduan yang tinggi tentang keterlambatan dalam proses penarikan dana.

“Dengan demikian, apa yang diinisiasi oleh Badan Gizi adalah saat mitra telah diverifikasi menjadi bagian dari Badan Gizi, kami akan membuatkan mereka akun virtual. Mulai sekarang sistem reimbursenya sudah ditiadakan,” jelas Dadan.

Dadan menyatakan bahwa pemerintah akan mentransfer dana yang dibutuhkan untuk sepuluh hari mendatang ke akun daring khusus. Hanya ada dua pihak yang berhak mencairkan uang tersebut: perwakilan yayasan serta kepala SPPG.

Penerapan tersebut akan dimulai pada minggu ini. Sedangkan untuk pembayaran sistem reimburse yang telah diterapkan sebelumnya, akan diselesaikan paling lambat minggu ini.

“Jadi kalau tanggal 6 Januari sampai minggu kemarin kami masih mengizinkan mitra menanggulangi dengan sistem reimburse, mulai sekarang tidak ada SPPG yang boleh jalan sebelum ada virtual account dan uang muka yang masuk,” ucap dia.

Akibat pergantian sistem, kepala SPPG perlu menyusun dan mengirimkan rancangan anggaran ke pihak MBG guna diperiksa lebih dulu sebelum proses pengambilan dana berlangsung.

Rencana kerja seharusnya mencakup tiga elemen penting, yakni dana untuk bahan mentah, biaya operasional, serta bonus. Nilai bahan mentah dalam rancangan tersebut bersifat perkiraan dan nantinya akan disesuaikan di laporan akhir tentang pemakaian anggaran.

Apabila masih ada saldo dari pembelian bahan mentah pada minggu lalu, BGN akan meneruskan dana itu untuk digunakan dalam pembelian bahan baku di minggu berikutnya.

Pada sisi lain, proposal dibuat untuk durasi 10 hari, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan laporan keuangan mengenai pelaksanaan anggaran minggu sebelumnya.

“Misalkan, saat down payment telah diterima pada tanggal 15, maka mitra serta kepala SPPG sudah menyiapkan proposal untuk tanggal 25 bersama dengan melengkapi laporannya tentang pengeluaran dari tanggal 5 hingga 10,” jelasnya.

Dikritik keras

Sebaliknya, penanganan keracunan MBG menuai kritikan berat, terutama setelah Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa program tersebut sukses sebesar 99,99 persen.

Angka tersebut diperkirakan berdasarkan pada insiden keracunan yang dialami oleh 200 orang dari seluruh 3,5 juta penerima.

Direktur Kebijakan Publik di pusat studi ekonomi dan hukum Celios, Media Wahyudi Iskandar, mengklaim bahwa perhitungan itu tidak memiliki dasar yang kuat.

“Keracunan tak cuma berhubungan dengan makanan busuk. Hal ini berkaitan erat dengan nyawa manusia. Nyawa satu orang pun enggak dapat dihitung menggunakan angka statistik. Tak bisa dikatakan sebagai bagian yang kecil dari keseluruhan,” ujar Media Wahyudi Iskandar kepada pada hari Selasa (5/5/2025).

Dia mengatakan bahwa hasil kerja MBG tak dapat dinilai semata-mata berdasarkan jumlah orang yang mendapat manfaat atau besarannya dana yang telah dialokasikan.

Lebih dari itu, menurutnya, yang utama adalah seberapa akurat tujuan program tersebut, bagaimana implementasinya berlangsung dengan baik, dan pengaruhnya pada anak-anak yang menerimanya.

“Dampaknya perlu dievaluasi berdasarkan segi nutrisi, semangat belajar, serta faktor-faktor lain. Jika hal tersebut belum dapat diverifikasi, maka klaim bahwa program ini sukses masih premature,” katanya.

Belum punya pengawasan sempurna

MBG dianggap masih kurang memiliki pengawalan yang memadai.

Trubus Rahardiansyah, seorang pengamat kebijakan publik, menganggap bahwa MBG, yang diklaim berhasil mencapai 99,9%, merupakan program yang tergesa-gesa.

“Program ini dijalankan dengan tergesa-gesa dan tampaknya dipaksakan, namun semangat publik untuk mendukung MBG ternyata sangat tinggi,” kata Trubus.

Walaupun Trubus mengakui bahwa secara keseluruhan program MBG bisa dikelompokkan sebagai berhasil berkat semangat masyarakat, dia menekankan kurangnya pemantauan serta pendistribusion yang buruk sehingga memicu beberapa insiden keracunan pangan di wilayah-wilayah tertentu.

Menurutnya, hal itu mengindikasikan manajemen yang masih kurang efisien.

“Terdapat masih banyak kekurangan, pengawasan serta manajemen belum mengalami perubahan yang signifikan. BGN perlu menyesuaikan strateginya sesuai dengan situasi di wilayah setiap daerah,” jelasnya.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *