,
JAKARTA — Harga
beras
Untuk jenis sedang harganya cukup tinggi dipasaran padahal,
pemerintah
bergantian menyatakan bahwa persediaannya berlimpah sampai akhirnya kehilangan minat untuk
impor
tahun depan.
Seperti yang diatur oleh pihak berwenang, Harga Eceran Tertinggi (HET) nasional untuk beras sedang ditentukan menjadi Rp12.500 setiap kilogramnya.
Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas pada hari Rabu (23/4/2025) pukul 16:38 WIB, harga beras kualitas sedang untuk konsumen umum saat ini mencapai rata-rata sebesar Rp13.685 per kilogram, melebihi batasan HET yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Harga beras medium paling rendah ditemukan di Sumatera Selatan dengan harga Rp12.249 per kg, sementara itu yang tertinggi berada di Papua Barat senilai Rp17.200 per kg.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengindikasikan pembentukan harga keseimbangan yang baru untuk beras, terutama bagi jenis medium.
Kepala Badan Perencanaan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa mereka sedang berupaya menemukan keseimbangan baru terkait harga beras, dengan fokus pada jenis medium.
Melihat bahwa pemerintah perlu memelihara ekosistem mulai dari hulu sampai hilir, terutama untuk menjamin kesejahteraan para petani, pengepengolahan beras, pedagang, serta seluruh lapisan masyarakat.
“Saat ini tentunya sedang mengejar keseimbangan baru karena Presiden kami menginginkan para petani kami menjadi lebih makmur,” ujarnya Arief saat berbicara dengan Bisnis, pada hari Rabu (23/4/2025).
Lebih lanjut, Arief mengatakan bahwa Bapanas bersama dengan pemangku kepentingan terkait tengah membahas mengenai usulan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering giling atau HPP GKG. Pemerintah sudah lebih dulu menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) dari Rp6.000 per kilogram (kg) menjadi Rp6.500 per kg.
Berikutnya, diskusi mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait gabah padi nasional adalah hasil dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2025 yang berfokus pada pengadaan dan manajemen gabah atau beras di dalam negeri serta distribusi cadangan beras milik pemerintah.
Dalam kebijakan tersebut, Bapanas diberikan wewenang untuk mengesahkan Harga Patokan Padi/Gabah Kering Gilir Nasional (HPP GKG/beras) di dalam negeri guna pendukung Cadangan Beras Pemerintah (CBP), setelah disepakati pada pertemuan kerja sama sektor pangan.
Arief sebelumnya menyebutkan bahwa penetapan HPP GKG penting dilakukan guna mendukung penggiling yang menggunakan dryer berkapasitas kecil.
“Tujuannya adalah supaya para petani padi dapat bersaing secara sehat dan meningkatkan efisiensinya sehingga produk mereka dapat diterima oleh pemerintah,” jelas Arief.
Di samping itu, penentuan Harga Patokan Pokok (HPP) dari Bantuan Sembako (BSP) ini bertujuan untuk membantu penyerapan oleh Perum Bulog yang diharapkan mencapai 3 juta ton beras. Menurut Arief, pihak pemerintahan harus tetap mempertimbangkan kemampuan pembelian publik, terlebih lagi bagi kelompok dengan pendapatan rendah atau dikenal sebagai desil 1 dan 2.
“Pemerintah perlu melindungi dengan menciptakan harga yang baik, sehingga daya beli pun terjaga,” ungkapnya.
Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) menilai harga beras medium sulit turun ke harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah yakni Rp12.500 per kilogram (kg) meski pasokan dalam negeri melimpah.
Sutarto Alimoeso, Ketua Umum Perpadi, mengatakan bahwa persediaan beras milik pemerintah sekarang sedang mencapai tingkatan yang signifikan dan diproyeksikan akan bertambah di bulan Mei tahun 2025. Hal tersebut bisa menenangkan pasar lantaran tak ada spekulasi apa pun.
Namun karena HPP untuk gabah kering panen (GKP) saat ini dipatok sebesar Rp6.500 per kg, Sutarto menilai bahwa harga yang wajar di tingkat produsen adalah sekitar Rp12.500 per kg dan di tingkat konsumen antara Rp13.500-Rp13.750 per kg.
“Jadi sekalipun stok banyak, harga eceran di tingkat konsumen untuk beras medium akan sangat sulit untuk ke harga Rp12.500,” kata Sutarto.