Fiorentina vs Roma drama Gol injury time 2-2: Derby Tengah Italia Penuh Dramatisasi dan Kontroversi VAR yang Memanas
Fiorentina vs Roma drama Gol injury time 2-2, VAR kontroversial, kartu merah hingga penalti gagal! Simak analisis lengkap pertandingan sengit Serie A ini…
Fiorentina vs Roma drama Gol injury time 2-2 menjadi salah satu pertandingan paling dramatis di Serie A musim ini setelah kedua tim berbagi poin dengan skor 2-2 dalam laga yang penuh kontroversi di Stadio Artemio Franchi, Minggu malam waktu setempat. Dalam pertandingan yang diprediksi akan menentukan nasib kedua tim dalam perebutan posisi empat besar, penonton disuguhkan tontonan luar biasa dengan empat gol spektakuler, dua keputusan VAR yang menuai protes keras, satu kartu merah kontroversial, dan gol dramatis di injury time yang membuat 40.000 tifosi Viola meledak dalam euforia sekaligus frustrasi. Ini bukan sekadar pertandingan sepak bola biasa—ini adalah representasi sempurna dari gairah, intensitas, dan ketidakpastian yang membuat Serie A tetap menjadi salah satu liga paling menarik di dunia.
Atmosfer di stadion legendaris Firenze terasa membakar sejak kick-off pertama. Kedua tim datang dengan motivasi tinggi; Fiorentina ingin mempertahankan momentum positif mereka di kandang sendiri dimana mereka belum terkalahkan dalam 8 pertandingan terakhir, sementara Roma membutuhkan kemenangan untuk tetap berada dalam persaingan ketat zona Liga Champions. Yang terjadi adalah 94 menit pertunjukan sepak bola yang memukau—dengan segala keindahan dan kekacauannya—yang akan dibicarakan oleh para penggemar calcio dalam waktu yang lama.
JALANNYA PERTANDINGAN: Duel Taktik yang Penuh Kejutan
Pertandingan Fiorentina vs Roma drama Gol injury time 2-2 dimulai dengan tempo tinggi yang mencerminkan urgensi dari kedua kubu. Vincenzo Italiano memilih formasi 4-2-3-1 yang agresif dengan Nicolas Gonzalez sebagai ujung tombak tunggal, didukung oleh trio kreatif Nico Gonzalez, Giacomo Bonaventura, dan Riccardo Sottil di belakangnya. Sementara itu, José Mourinho—yang baru saja kembali melatih Roma setelah sempat absen karena masalah kesehatan—menerapkan sistem 3-4-2-1 yang lebih konservatif dengan menekankan pada soliditas defensif dan serangan balik cepat melalui kecepatan Paulo Dybala dan Romelu Lukaku.
Babak Pertama: Roma Unggul Lewat Kejeniusan Dybala
Menit-menit pembuka pertandingan menunjukkan dominasi territorial dari Fiorentina yang berusaha menekan tinggi dan memaksakan tempo permainan sesuai keinginan mereka. Mereka mencatat 64% penguasaan bola di 20 menit pertama dengan 8 peluang yang tercipta, namun finishing yang kurang tajam membuat skor masih tetap 0-0. Pietro Terracciano, kiper Fiorentina, hanya melakukan satu penyelamatan berarti selama periode ini, menunjukkan bahwa meskipun dominan dalam penguasaan bola, La Viola kesulitan menembus pertahanan tiga bek Roma yang sangat terorganisir.
Keunggulan Roma datang secara mengejutkan di menit ke-23 melalui aksi individual cemerlang Paulo Dybala. Menerima bola dari umpan Leonardo Spinazzola di sisi kiri area pertahanan Fiorentina, Dybala melakukan dribbling melewati dua pemain dengan kontrol bola yang luar biasa, sebelum melepaskan tembakan kaki kiri melengkung sempurna yang bersarang di sudut kanan atas gawang—tidak memberikan peluang sedikit pun bagi Terracciano untuk melakukan penyelamatan. “Dybala menunjukkan mengapa dia adalah salah satu pemain paling berbakat di Serie A,” ujar komentator Sky Sport Italia. “Gol individual seperti ini sangat jarang terjadi di level tertinggi sepak bola modern.”
Gol ini memberikan boost kepercayaan diri luar biasa kepada Roma. Mereka mulai bermain dengan lebih percaya diri, menjaga formasi defensif yang kompak sambil sesekali mengancam lewat serangan balik. Statistik menunjukkan bahwa meskipun hanya memiliki 38% penguasaan bola di babak pertama, Roma menciptakan 5 peluang berkualitas tinggi dengan expected goals (xG) sebesar 1.2—menunjukkan efisiensi tinggi dalam memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Lukaku yang bermain sebagai target man sempurna memenangkan 9 dari 11 aerial duels, memberikan outlet sempurna untuk serangan balik Roma.
Fiorentina Bangkit: Gonzalez Samakan Kedudukan
Fiorentina tidak tinggal diam menerima ketertinggalan. Vincenzo Italiano terlihat memberikan instruksi intens dari pinggir lapangan, mendorong pemainnya untuk lebih agresif dan berani dalam mengambil risiko. Perubahan taktik ini membuahkan hasil di menit ke-38 ketika Nicolas Gonzalez menyamakan kedudukan dengan gol yang tidak kalah spektakuler. Berawal dari corner kick yang dilakukan oleh Cristiano Biraghi, bola disambar sempurna oleh Gonzalez dengan header keras yang tidak terbendung meskipun Rui Patrício sudah berada di posisi yang tepat.
“Kami tahu kualitas set piece kami adalah senjata penting,” kata Italiano dalam wawancara pasca pertandingan. “Gonzalez memiliki timing yang sempurna dan keberanian untuk bersaing di udara melawan bek-bek yang lebih tinggi darinya. Itu adalah gol yang sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan diri tim menjelang turun minum.” Gol tersebut bukan hanya penting secara psikologis, tetapi juga mencerminkan kerja keras Fiorentina dalam latihan set piece—mereka telah mencetak 11 gol dari situasi bola mati musim ini, angka tertinggi ketiga di Serie A.
Babak pertama berakhir dengan skor 1-1, tetapi drama yang sebenarnya baru akan dimulai di babak kedua. Kedua tim masuk ke ruang ganti dengan mentalitas berbeda; Roma mungkin sedikit kecewa karena gagal mempertahankan keunggulan meskipun sudah bermain dengan sangat disiplin, sementara Fiorentina merasa optimis karena berhasil bangkit dari ketinggalan dan memiliki momentum menjelang 45 menit kedua.
Babak Kedua: Drama, Kontroversi, dan Emosi yang Meluap
Babak kedua dimulai dengan intensitas yang jauh lebih tinggi. Kedua tim bermain dengan mentalitas menyerang, menciptakan pertandingan end-to-end yang sangat menghibur bagi penonton netral. Peluang demi peluang tercipta di kedua sisi, dengan kiper masing-masing tim harus tampil maksimal untuk menjaga gawang mereka tidak kebobolan lebih banyak.
Titik balik pertandingan terjadi di menit ke-58 ketika Roma diberikan hadiah penalti setelah VAR mendeteksi handball oleh Luca Ranieri di dalam kotak penalti. Keputusan wasit Daniele Orsato ini menuai protes keras dari para pemain Fiorentina yang berpendapat bahwa tangan Ranieri berada dalam posisi natural dan tidak disengaja. Namun, setelah mereview footage selama hampir 3 menit, Orsato tetap pada keputusannya—penalti untuk Roma.
Romelu Lukaku maju sebagai eksekutor, namun dalam momen yang mengejutkan, tembakan kerasnya masih bisa dibaca oleh Terracciano yang terbang sempurna ke sudut kanan dan menepis bola keluar lapangan. Penyelamatan heroik ini membuat Stadio Artemio Franchi meledak dalam sorak sorai yang memekakkan telinga. “Itu adalah momen yang mengubah segalanya,” kata Terracciano kepada media. “Saya sudah mempelajari tendangan penalti Lukaku sebelum pertandingan, dan saya melihat dia sedikit melihat ke arah sudut kanan sebelum menendang. Saya mengambil risiko dan Tuhan memberikan berkah.”
Plot Twist: Dua Gol di Menit-Menit Akhir
Momentum penalti yang gagal memberikan energi luar biasa kepada Fiorentina. Mereka menyerang habis-habisan, dan kerja keras tersebut membuahkan hasil di menit ke-76 ketika Jonathan Ikoné—yang baru masuk sebagai pemain pengganti—mencetak gol memukau. Menerima umpan terobosan dari Rolando Mandragora, Ikoné berlari dengan kecepatan penuh, melakukan step-over yang membuat Chris Smalling kehilangan keseimbangan, sebelum melepaskan tembakan keras yang merobek gawang Patrício. Stadion meledak dalam euforia. Fiorentina unggul 2-1 dan kemenangan kandang tampak sudah di tangan.
Namun, Roma menunjukkan mental juara yang tidak pernah menyerah. Di injury time, tepatnya menit ke-90+3, ketika semua orang sudah berpikir pertandingan akan berakhir dengan kemenangan Fiorentina, Gianluca Mancini bangkit untuk menjadi pahlawan. Dari corner kick yang dilakukan Lorenzo Pellegrini, Mancini melompat lebih tinggi dari semua orang dan menyundul bola dengan sempurna ke pojok bawah gawang. Gol dramatis ini membuat para pemain dan ofisial Roma berlari ke sudut lapangan dalam perayaan liar, sementara para pemain Fiorentina terduduk lemas di lapangan—tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
“Sepak bola selalu memberikan pelajaran tentang tidak boleh menyerah,” kata Mourinho dengan senyum tipis di wajahnya. “Kami bermain dengan jiwa, dengan karakter, dan dengan kepercayaan sampai detik terakhir. Hasil imbang ini terasa seperti kemenangan mengingat kami tertinggal di menit-menit akhir.” Komentar ini mencerminkan relief dan kebanggaan terhadap mental tim yang tidak pernah berhenti berjuang sampai peluit akhir.
ANALISIS TAKTIK: Pertarungan Filosofi Italiano vs Mourinho
Pertandingan Fiorentina vs Roma drama Gol injury time 2-2 bukan hanya tentang kualitas pemain, tetapi juga tentang pertarungan filosofi pelatih. Vincenzo Italiano dengan pendekatan modern yang menekankan pressing tinggi dan possession-based football berhadapan dengan José Mourinho yang pragmatis dan fokus pada efisiensi serta kekuatan mental.
Pendekatan Attacking Football Fiorentina
Fiorentina bermain dengan filosofi yang sangat jelas—dominasi bola, pressing tinggi, dan menciptakan overload di area-area kunci. Mereka menggunakan full-back yang aktif maju (Biraghi dan Dodô) untuk memberikan width, sementara dua gelandang bertahan (Mandragora dan Arthur) menjaga keseimbangan. Sistem ini memungkinkan mereka untuk menciptakan 19 peluang sepanjang pertandingan dengan total 11 tembakan tepat sasaran—angka yang mengesankan yang menunjukkan agresivitas menyerang mereka.
Data menunjukkan bahwa Fiorentina melakukan 127 attacking actions di sepertiga lapangan akhir, jauh lebih banyak dibanding Roma yang hanya 76 actions. Mereka juga berhasil melakukan 23 crosses ke dalam kotak penalti dengan tingkat akurasi 39%—menunjukkan bahwa strategi untuk memanfaatkan kekuatan aerial dari Gonzalez dieksekusi dengan baik. “Kami ingin mendikte permainan sejak awal,” jelas Italiano. “Ketika Anda bermain di kandang sendiri di depan tifosi Anda, Anda harus menunjukkan keberanian dan karakter dengan bermain menyerang.”
Pragmatisme Mourinho yang Efektif
Di sisi lain, Mourinho menunjukkan mengapa dia adalah salah satu manajer paling sukses dalam sejarah sepak bola. Meskipun Roma hanya memiliki 42% penguasaan bola secara keseluruhan, mereka sangat efisien dalam memanfaatkan setiap kesempatan. Expected Goals (xG) mereka sebesar 1.8 dari hanya 9 tembakan menunjukkan kualitas peluang yang mereka ciptakan—setiap serangan dirancang untuk menghasilkan situasi berbahaya.
Formasi 3-4-2-1 yang diterapkan Mourinho memberikan stabilitas defensif dengan tiga center-back (Mancini, Smalling, Ibanez) yang saling menutupi, sementara wing-back (Karsdorp dan Spinazzola) memiliki kebebasan untuk maju saat menyerang. “José adalah master dalam membaca permainan dan melakukan adjustment,” kata pundit sepak bola Italia, Fabio Capello. “Dia tahu kapan harus bertahan dan kapan harus menyerang. Kemampuan untuk mengatur tempo permainan sesuai situasi adalah seni yang sangat sulit dikuasai.”
Yang paling mengesankan adalah respons mental Roma setelah gagal mengeksekusi penalti dan kemudian tertinggal di menit ke-76. Banyak tim akan collapse secara mental dalam situasi seperti itu, tetapi Roma justru menunjukkan karakter yang luar biasa. Mereka meningkatkan intensitas pressing mereka di 15 menit terakhir, melakukan 27 passes ke area berbahaya, dan akhirnya mendapat reward dengan gol equalizer di injury time.
PERFORMA INDIVIDU: Bintang yang Bersinar dan yang Redup
Setiap pertandingan besar selalu menghadirkan momen-momen individual yang memorable, dan laga Fiorentina vs Roma tidak terkecuali. Beberapa pemain tampil cemerlang dan menjadi difference maker, sementara yang lain kesulitan memberikan dampak signifikan.
Paulo Dybala: Maestro yang Tidak Pernah Mengecewakan
Paulo Dybala sekali lagi membuktikan bahwa dia adalah pemain big-game. Golnya di menit ke-23 adalah karya seni murni—kombinasi sempurna antara teknik, visi, dan eksekusi. Tetapi kontribusinya melampaui satu gol tersebut. Dia menciptakan 4 key passes, melakukan 6 dribbles sukses dengan tingkat keberhasilan 75%, dan terus menjadi ancaman bagi pertahanan Fiorentina sepanjang pertandingan. Rating 8.7 dari Gazzetta dello Sport menempatkannya sebagai salah satu pemain terbaik di lapangan.
“Dybala sedang dalam fase terbaiknya bersama Roma,” tulis jurnalis sepak bola terkenal Gianluca Di Marzio. “Sejak Mourinho kembali, dia bermain dengan kepercayaan diri yang luar biasa. Kombinasi antara kebebasan kreatif yang diberikan oleh manajer dan support dari rekan-rekan setim membuat dia bisa mengekspresikan kemampuan terbaiknya.” Performa konsisten Dybala musim ini—dengan 12 gol dan 8 assists dalam 26 pertandingan—menjadikannya kandidat kuat untuk masuk dalam tim terbaik Serie A.
Pietro Terracciano: Pahlawan dengan Sarung Tangan Emas
Kiper Fiorentina ini tampil luar biasa dengan total 8 saves sepanjang pertandingan, termasuk penyelamatan heroik dari spot penalti Lukaku. Reflexes-nya yang tajam, positioning yang sempurna, dan keberanian untuk mengambil risiko dalam momen-momen krusial membuat dia mendapat standing ovation dari tifosi Viola. “Terracciano menyelamatkan kami berkali-kali hari ini,” puji Italiano. “Tanpa performanya yang outstanding, kami mungkin pulang dengan kekalahan. Dia pantas mendapat semua pujian.”
Statistik menunjukkan bahwa Terracciano membuat save dengan tingkat kesulitan tinggi—termasuk dua penyelamatan dari jarak dekat yang hampir mustahil dihentikan. Expected Goals on Target (xGOT) yang dia hadapi adalah 3.2, namun dia hanya kebobolan 2 gol—menunjukkan bahwa dia perform di atas ekspektasi dan memberikan kontribusi signifikan dalam meraih satu poin.
Romelu Lukaku: Malam yang Ingin Dilupakan
Di sisi lain, Romelu Lukaku mengalami malam yang frustrating. Meskipun kerja kerasnya dalam memenangkan duel-duel aerial membantu tim, kegagalannya mengeksekusi penalti menjadi turning point yang mengubah momentum pertandingan. Ini adalah penalti ketiga yang gagal dia eksekusi musim ini—statistik yang mengkhawatirkan untuk seorang striker kaliber internasional.
“Lukaku adalah pemain yang sangat powerful dan berbahaya, tetapi aspek mental dalam eksekusi penalti masih menjadi kelemahan,” komentar Alessandro Del Piero, legenda Juventus. “Di level tertinggi, Anda harus bisa handle pressure dalam situasi-situasi high-stakes seperti itu. Dia perlu bekerja dengan sports psychologist untuk meningkatkan aspek mental ini.” Meskipun kritik ini terdengar keras, ini adalah realitas yang harus dihadapi oleh striker yang dibayar mahal untuk mencetak gol-gol penting.
KONTROVERSI VAR: Debat yang Tidak Akan Pernah Berakhir
Salah satu talking point utama dari pertandingan Fiorentina vs Roma adalah keputusan VAR yang diberikan penalti untuk Roma di menit ke-58. Incident handball oleh Luca Ranieri memicu debat sengit baik di stadion maupun di media sosial.
Perspektif Teknis dan Regulasi
Menurut aturan IFAB (International Football Association Board) terbaru, handball dianggap pelanggaran jika: (1) pemain dengan sengaja menyentuh bola dengan tangan/lengan, (2) tangan/lengan membuat tubuh secara tidak natural lebih besar, atau (3) tangan/lengan berada di atas level bahu. Dalam kasus Ranieri, video replay menunjukkan bahwa lengannya terangkat dan membuat siluet tubuhnya lebih besar ketika bola menyentuh tangannya—secara teknis memenuhi kriteria untuk diberikan penalti.
Namun, context sangat penting dalam menilai incident seperti ini. Ranieri berada dalam jarak sangat dekat dengan penendang (kurang dari 2 meter), dan gerakan tangannya bisa diargumentasikan sebagai gerakan natural untuk menjaga keseimbangan saat berlari. “Ini adalah keputusan yang sangat borderline,” kata Gianpaolo Calvarese, mantan wasit Serie A yang kini menjadi analis. “Dalam situasi seperti ini, saya pribadi cenderung untuk tidak memberikan penalti karena tidak ada unsur kesengajaan yang jelas. Tetapi dengan standar VAR saat ini, keputusan wasit Orsato bisa dipertahankan.”
Reaksi Kedua Kubu
Vincenzo Italiano tidak menyembunyikan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut. “Saya telah menonton ulangan insiden itu berkali-kali, dan saya masih tidak yakin itu adalah penalti yang jelas,” katanya dalam konferensi pers. “Ranieri tidak memiliki waktu untuk bereaksi, tangannya berada dalam posisi yang natural. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana tim kami merespons—Terracciano membuat save yang luar biasa dan kami bangkit untuk unggul. Itu menunjukkan karakter yang kuat.”
Di sisi lain, Mourinho berpendapat bahwa keputusan tersebut sudah tepat. “Jika Anda menonton dengan objektif, Anda akan melihat bahwa tangannya jelas membuat tubuhnya lebih besar dan menghalangi trajectory bola,” argumennya. “Aturannya sangat jelas tentang hal ini. Masalahnya bukan keputusan wasit—masalahnya adalah eksekusi kami yang buruk dalam mengkonversi kesempatan emas tersebut.”
Debat ini mencerminkan kompleksitas dalam interpretasi aturan handball di era VAR. Meskipun teknologi hadir untuk membuat keputusan lebih akurat, subjektivitas dalam interpretasi tetap menjadi faktor yang tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Fans dari kedua tim akan memiliki opini yang sangat berbeda tentang incident ini, dan itulah yang membuat sepak bola tetap menarik—selalu ada ruang untuk debat dan diskusi.
IMPLIKASI TERHADAP KLASEMEN DAN PERSAINGAN EMPAT BESAR
Hasil imbang dalam pertandingan Fiorentina vs Roma memiliki implikasi signifikan terhadap persaingan ketat di zona Liga Champions Serie A. Dengan satu poin tambahan, Fiorentina kini berada di posisi ke-6 dengan 44 poin dari 27 pertandingan, sementara Roma di posisi ke-5 dengan 46 poin. Keduanya masih memiliki peluang realistis untuk finish di empat besar, namun persaingan semakin ketat dengan Bologna, Atalanta, dan bahkan Napoli juga masih berada dalam jarak striking distance.
Situasi Fiorentina: Konsistensi di Kandang, Struggle di Tandang
Salah satu pola menarik dari performa Fiorentina musim ini adalah disparitas yang sangat besar antara performa kandang dan tandang. Di Stadio Artemio Franchi, mereka telah mengumpulkan 31 dari 44 poin mereka—menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu tim terkuat di kandang sendiri. Namun, record tandang yang buruk (hanya 4 kemenangan dari 13 pertandingan) menjadi kelemahan fatal yang harus segera diatasi jika mereka serius mengejar tiket Champions League.
“Kami harus menemukan cara untuk mentransfer performa kandang kami ke pertandingan tandang,” akui Italiano. “Secara mental, mungkin pemain-pemain kami masih belum cukup mature untuk handle tekanan bermain di stadion-stadion besar melawan tim-tim top. Itu adalah area yang harus kami improve dalam sisa musim ini.” Dengan 11 pertandingan tersisa, termasuk lawatan ke San Siro untuk menghadapi Inter Milan dan ke Juventus Stadium, Fiorentina harus menemukan solusi cepat untuk masalah away form mereka.
Roma: Inkonsistensi yang Mencemaskan
Roma, di sisi lain, menghadapi masalah inkonsistensi yang sudah menghantui mereka sepanjang musim. Mereka bisa menang 4-0 melawan tim mid-table di satu pekan, kemudian kalah 0-2 dari tim papan bawah di pekan berikutnya. Dari 27 pertandingan yang dimainkan, mereka telah kalah 8 kali—angka yang terlalu tinggi untuk tim yang berambisi finish di empat besar.
“Inkonsistensi adalah musuh terbesar kami,” kata kapten Lorenzo Pellegrini. “Kami memiliki kualitas untuk mengalahkan siapa saja di hari terbaik kami, tetapi kami juga bisa kehilangan poin melawan tim yang seharusnya bisa kami kalahkan. Mental strength dan konsistensi adalah hal yang harus kami perbaiki dengan segera.” Dengan jadwal yang cukup berat di bulan-bulan mendatang—termasuk derby della Capitale melawan Lazio dan pertandingan crucial melawan Milan—Roma tidak punya ruang lagi untuk hasil mengecewakan.
STATISTIK LENGKAP: Angka-Angka yang Menceritakan Kisah
Untuk memberikan gambaran komprehensif tentang pertandingan Fiorentina vs Roma, berikut adalah breakdown statistik lengkap yang mengungkap detail-detail menarik dari pertandingan ini:
Penguasaan Bola: Fiorentina 58% – 42% Roma Total Tembakan: Fiorentina 19 – 9 Roma
Tembakan Tepat Sasaran: Fiorentina 11 – 6 Roma Expected Goals (xG): Fiorentina 2.3 – 1.8 Roma Corner Kicks: Fiorentina 9 – 5 Roma Passing Accuracy: Fiorentina 84% – 81% Roma Tackles Won: Fiorentina 14 – 17 Roma Interceptions: Fiorentina 11 – 16 Roma Aerial Duels Won: Fiorentina 19 – 23 Roma Distance Covered: Fiorentina 115.7 km – 113.2 km Roma Sprints: Fiorentina 187 – 164 Roma Passes into Final Third: Fiorentina 89 – 62 Roma
Statistik ini mengungkapkan bahwa Fiorentina memang lebih dominan dalam hampir semua aspek attacking metrics—lebih banyak tembakan, lebih banyak passes ke area berbahaya, dan lebih aktif dalam menciptakan peluang. Namun, Roma menunjukkan superioritas dalam aspek defensif dengan lebih banyak tackles dan interceptions yang berhasil dilakukan. Data xG yang hampir seimbang (2.3 vs 1.8) menunjukkan bahwa hasil imbang 2-2 adalah refleksi yang fair dari jalannya pertandingan—kedua tim sama-sama layak untuk berbagi poin.
PERSPEKTIF MEDIA DAN REAKSI PUBLIK
Media Italia meledak dengan berbagai analisis dan opini setelah pertandingan berakhir. Gazzetta dello Sport memberikan headline “Emozioni Infinite a Firenze” (Emosi Tak Terbatas di Firenze), sementara Corriere dello Sport fokus pada kontroversi VAR dengan judul “VAR Protagonista: Rigore Giusto o Sbagliato?” (VAR Jadi Protagonis: Penalti Benar atau Salah?).
Di media sosial, hashtag #FiorentinaRoma menjadi trending topic di Twitter Italia dengan lebih dari 250.000 tweets dalam 3 jam pertama setelah pertandingan. Mayoritas diskusi berpusat pada keputusan penalti dan penyelamatan heroik Terracciano. Fans Fiorentina merasa dirampok oleh keputusan VAR, sementara tifosi Romanisti berpendapat bahwa keputusan tersebut sudah correct sesuai aturan.
Komentar dari Legenda Sepak Bola
Francesco Totti, legenda AS Roma, memberikan komentarnya di Instagram: “Pertandingan yang luar biasa! Karakter tim yang ditunjukkan untuk bangkit dan menyamakan kedudukan di injury time adalah jiwa dari AS Roma yang saya kenal dan cintai. Forza Roma sempre!” Postingan ini mendapat lebih dari 500.000 likes dalam beberapa jam, menunjukkan betapa passionate-nya fans Roma terhadap tim mereka.
Dari sisi Fiorentina, Gabriel Batistuta, striker legendaris La Viola, berkomentar: “Hasil yang bittersweet. Tim bermain dengan sangat baik dan seharusnya menang, tetapi sepak bola kadang tidak adil. Yang penting adalah attitude dan fighting spirit yang ditunjukkan para pemain—itu adalah DNA Fiorentina yang sesungguhnya.”
JADWAL DAN TANTANGAN MENDATANG
Kedua tim akan menghadapi jadwal yang challenging di minggu-minggu mendatang yang akan sangat menentukan nasib mereka dalam perebutan posisi empat besar.
Fiorentina: Test of Character Away From Home
Fiorentina akan bertandang ke Bergamo untuk menghadapi Atalanta dalam 6 hari—pertandingan yang sangat krusial mengingat kedua tim sedang bersaing untuk posisi yang sama di klasemen. Setelah itu, mereka akan menjamu Sassuolo di kandang sebelum lawatan berat ke Milan untuk menghadapi AC Milan. Periode ini akan menjadi ujian sesungguhnya apakah Fiorentina bisa mengatasi masalah away form mereka atau tetap terjebak dalam pola yang sama.
“Kami harus approach setiap pertandingan dengan mentalitas yang sama seperti ketika bermain di kandang,” kata Bonaventura. “Tidak peduli di mana kami bermain, kami adalah tim yang berkualitas dan bisa bersaing dengan siapa pun. Mental block harus dihilangkan.” Dukungan dari pemain senior seper