Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok yang Kerap Disalahpahami

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok: Apa yang selama ini Anda kenal sebagai buah Gowok mungkin adalah Ruruhi, atau sebaliknya. Tim Peneliti BRIN dan ITB bedah perbedaan buah Ruruhi dan Gowok secara mendalam untuk mengakhiri kebingungan publik terhadap dua buah lokal ini. Siapa para penelitinya? Apa saja perbedaan mendasar yang mereka temukan? Mengapa hal ini penting bagi biodiversitas Indonesia? Simak laporan lengkapnya berikut ini.

Mengenal Dua Buah “Kembar” yang Membingungkan

Peneliti BRIN dan ITB bedah perbedaan buah Ruruhi dan Gowok yang telah lama menjadi subjek kekeliruan identifikasi, bahkan di kalangan pencinta buah sekalipun. Penelitian kolaboratif antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini bertujuan untuk memberikan kejelasan secara botanis dan taksonomis, mengungkap bahwa kedua tanaman ini merupakan spesies yang sama sekali berbeda meski berasal dari genus yang sama, yaitu Syzygium.

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok

Kebingungan ini tidak terlepas dari kesamaan visual yang cukup signifikan. Baik Ruruhi (Syzygium pycnanthum) maupun Gowok (Syzygium polycephalum) menghasilkan buah berukuran kecil dengan warna ungu kehitaman saat matang. Keduanya juga memiliki rasa asam manis yang segar dan sering dijadikan bahan rujak, sirup, atau selai. Namun, penelitian mendetail menunjukkan bahwa perbedaan di antara keduanya jauh lebih besar daripada kesamaannya.

Perbedaan Botanis yang Mendasar: Lebih dari Sekadar Nama

Bagian terpenting dari penelitian ini adalah pembedaan secara morfologis. Dr. Sri Rahayu, M.Si., seorang Peneliti Botani dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN, menjelaskan bahwa perbedaan paling kentara terletak pada bentuk daun dan karakter bunga. “Daun Gowok (S. polycephalum) cenderung lebih lebar dan besar dengan ujung meruncing, sedangkan daun Ruruhi (S. pycnanthum) lebih ramping dan kecil. Pola pertulangan daunnya juga berbeda jika diamati secara saksama,” ujarnya dalam wawancara eksklusif.

Selain daun, struktur bunganya menjadi pembeda kunci. Bunga Gowok tumbuh dalam rangkaian (inflorescence) yang muncul di batang atau ketiak daun (cauliflorous), sementara bunga Ruruhi memiliki pola pertumbuhan yang sedikit berbeda. Perbedaan inilah yang menjadi penanda kuat dalam klasifikasi botanis untuk menempatkan kedua tanaman ini pada spesies yang terpisah. Pemetaan genetik awal juga mengonfirmasi perbedaan pada tingkat kromosom.

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok

Sebaran Geografis dan Ancaman Kepunahan

Tidak hanya berbeda secara fisik, kedua buah ini juga memiliki “kisah” ekologis yang berbeda. Gowok (S. polycephalum) diketahui memiliki sebaran yang lebih luas, dapat ditemui di beberapa daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Yogyakarta. Sementara itu, Ruruhi (S. pycnanthum) memiliki habitat yang lebih spesifik dan terbatas, menjadikannya lebih rentan terhadap ancaman kepunahan.

Data dari IUCN Red List menunjukkan bahwa beberapa spesies Syzygium asli Indonesia masuk dalam kategori rentan akibat alih fungsi lahan dan tekanan populasi. “Penelitian seperti ini adalah langkah kritis pertama untuk konservasi. Kita tidak bisa melindungi sesuatu yang tidak kita kenali dengan baik. Dengan memetakan dengan tepat mana Ruruhi dan mana Gowok, strategi konservasi yang tepat sasaran dapat dirumuskan,” tambah Dr. Rahayu. Ancaman deforestasi dan minimnya pembudidayaan menjadi tantangan besar dalam menjaga kedua plasma nutfah ini tetap lestari.

Manfaat Kesehatan dan Potensi Ekonomi yang Terpendam

Kedua buah ini bukan hanya sekadar penyegar dahaga, tetapi juga menyimpan potensi nutrisi dan ekonomi yang besar. Secara tradisional, baik Ruruhi maupun Gowok dipercaya memiliki khasiat kesehatan. Kandungan vitamin C dan antioksidan alaminya berperan dalam menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kulit batang dan daunnya juga sering digunakan dalam ramuan herbal.

Namun, potensi ekonomi mereka masih jauh dari tergarap optimal. Karakteristiknya yang mudah rusak (perishable) dan musiman menjadi kendala untuk masuk ke pasar ritel modern. Penelitian dari ITB melihat peluang dalam pengolahan pascapanen. “Ini adalah peluang untuk industri kreatif. Dengan teknologi pengolahan yang tepat, buah-buah lokal ini bisa diubah menjadi produk dengan nilai tambah tinggi seperti wine, ekstrak antioksidan, selai premium, atau bahkan kosmetik alami,” papar Prof. Ahmad Kusumaatmaja, Ph.D., dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.

Peneliti BRIN dan ITB Bedah Perbedaan Buah Ruruhi dan Gowok

Upaya Pelestarian dan Masa Depan Buah Lokal Indonesia

Lantas, apa langkah selanjutnya setelah perbedaan ini diungkap? Penelitian ini harus menjadi pemantik untuk aksi yang lebih nyata. BRIN melalui kebun rayanya telah memulai program koleksi dan pembibitan kedua tanaman ini untuk menjaga keberlangsungan genetiknya. Langkah ini penting untuk mencegah erosi genetika dan kepunahan.

Di sisi lain, edukasi kepada masyarakat juga penting. Membudidayakan tanaman ini di pekarangan atau kebun bukan hanya upaya pelestarian tetapi juga investasi pangan keluarga. Pemerintah daerah didorong untuk memasukkan buah-buah lokal seperti Gowok dan Ruruhi dalam program penghijauan atau urban farming, mengubahnya dari tanaman yang terabaikan menjadi primadona baru yang bernilai ekonomis dan ekologis.

Dari Kebingungan Menuju Kemandirian Biodiversitas

Penelitian kolaboratif antara Peneliti BRIN dan ITB bedah perbedaan buah Ruruhi dan Gowok telah memberikan pencerahan yang sangat berharga. Mereka tidak hanya berhasil memetakan perbedaan botanis antara Syzygium pycnanthum (Ruruhi) dan Syzygium polycephalum (Gowok) dengan jelas, tetapi juga menyoroti potensi besar dan status kerentanan yang menyertainya. Mulai dari morfologi daun dan bunga, sebaran geografis, hingga strategi konservasi yang diperlukan, semua diulas tuntas.

Manfaatnya pun berlapis: bagi komunitas sains, ini adalah kontribusi bagi ilmu taksonomi; bagi masyarakat, ini adalah edukasi untuk mencintai dan mengenali kekayaan alam Indonesia dengan benar; dan bagi para pelaku usaha, ini membuka pintu bagi inovasi produk berbahan baku lokal yang berkelas dan berkelanjutan.

Mari kita menjadi bagian dari gerakan melestarikan warisan kuliner dan biodiversitas Nusantara. Jika Anda menemukan salah satu dari buah ini, luangkan waktu untuk mengamati perbedaannya. Lebih baik lagi, jika Anda memiliki lahan, pertimbangkan untuk membudidayakannya. Dukung terus penelitian-penelitian lokal seperti ini dengan menjadi pembaca yang kritis dan menyebarkan informasi yang benar. Dengan begitu, kita tidak akan lagi menyebut Ruruhi sebagai Gowok, dan kita ikut memastikan kedua buah ini tidak hanya menjadi cerita masa lalu untuk generasi yang akan datang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *