60% Warga Indonesia Terjebak Kemiskinan: Ahli Ungkap Kesalahan dalam Interpretasi Data Bank Dunia

60% Warga Indonesia Terjebak Kemiskinan: Ahli Ungkap Kesalahan dalam Interpretasi Data Bank Dunia



– Baru-baru ini terdistribusi laporan Bank Dunia versi April 2025 yang mengindikasikan bahwa 6 dari setiap 10 warga negara Indonesia termasuk dalam kategori kurang mampu. Informasi tersebut akhirnya meluaskan pandangan publik seolah sebagian besar penduduk di tanah air ini bertahan dengan sumber daya yang sangat terbatas.

Menurut laporan Macro Poverty Outlook dari Bank Dunia, diketahui bahwa 60,3% populasi Indonesia bertahan dengan pengeluaran kurang dari USD 6,85 setiap harinya, yakni kira-kira senilai Rp 108 ribu. Namun, data tersebut tidak merujuk kepada tingkat kemiskinan mutlak, tetapi lebih ke batas pengeluaran bagi negara-negara berkembangan dengan pendapatan sedang hingga atas.

Bank Dunia memiliki tiga tingkat pengukuran kemiskinan global. Tingkatan pertama adalah USD 2,15 sehari untuk kemiskinan ekstrim, USD 3,65 sehari sebagai patokan bagi negara dengan pendapatan rendah hingga sedang, dan USD 6,85 sehari menjadi batasan untuk negara dengan pendapatan menengah ke atas.

Oleh karena itu, pernyataan bahwa 6 dari 10 orang Indonesia termasuk dalam kategori miskin sesungguhnya mengacu pada populasi yang belum memenuhi standar kehidupan minimum seperti yang ada di negara berkembang. Hal ini bukan berarti secara langsung mereka tergolong sebagai kelompok kurang mampu dalam konteks sehari-hari.

Indonesia baru saja berkembang menjadi negara dengan pendapatan menengah pada tahun 2023. Meskipun demikian, dari segi fungsi dan aspek sosial, ambang batas USD 3,65 per hari tetap relevan dalam mengukur kemiskinan di negeri kita saat ini. Bila menggunakan patokan itu, angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 akan mencapai sekitar 15,6%, yang setara dengan kurang lebih 44 juta orang.

Jumlah orang yang mengalami kemiskinan ekstrim kini telah berkurang menjadi hanya 1,3%. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di akhir September 2024, total populasi miskin tercatat sebanyak 24,06 juta jiwa, turun dibandingkan dengan angka 25,22 juta pada periode Maret tahun tersebut.

Pakar ekonomi dan perbankan dari Universitas Binus, Doddy Ariefianto mengatakan terdapat kesalahan penafsiran tentang data tersebut. Menurutnya, Indonesia sebenarnya tidak termasuk sebagai negara miskin.

Saya cenderung mendukung ambang batas sebesar USD 3,65 per hari. Persentase 60% di atas angka tersebut cukup kontroversial—hampir menyamai predikat negara gagal. Kami bukan negara gagal dan semoga kita tidak akan mengarah ke situ,” ungkap Doddy pada Hari Kamis, tanggal 15 Mei.

Menurut dia, Indonesia sudah mengembangkan beberapa rangkaian mekanisme pelindungan sosial yang solid, termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta bermacam-macam bentuk subsidi.

“Mengartikan kemiskinan bukan hanya tentang besarnya pengeluaran sehari-hari. Akses pada keperluan fundamental juga sangat penting. Apa gunanya memiliki pendapatan USD 10 setiap hari jika beras jarang tersedia di pasaran?” tambahnya.

Sebaliknya dari mengklaimkan Indonesia berada di status keadaan darurat kemiskinan, laporan Bank Dunia malah mencatat bahwa negeri ini tengah beralih menuju kategori bangsa-bangsanya yang lebih sejahtera. Walaupun masih diperlukan peningkatan, namun tendensinya telah tepat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *